Jumat, 11 Maret 2011

MENGAPA SEBUAH BIOGRAFI MENGENAI NABI MUHAMMAD RELEVAN UNTUK MASA KINI ?

MENGAPA SEBUAH BIOGRAFI MENGENAI MUHAMMAD RELEVAN UNTUK MASA KINI ?
Bagaimana mantera “Islam adalah agama damai” masih
mengontrol kebijakan Amerika?
Presentasi Muslim mengenai Muhammad: Apakah mereka
membicarakan orang yang sama?
Mengapa penting untuk mengetahui seperti apakah Muhammad
itu?
Mengapa buku ini berbahaya?
Apakah Islam adalah sebuah agama damai?
Mengapa penting membahas topik ini?
Lima tahun masuk dalam perang melawan teror, masih merupakan hal yang lumrah mendengar pernyataan bahwa Islam adalah agama damai. Juga hal yang lumrah saat ini mendengar bagaimana terminologi itu dipakai sebagai ejekan atau bersifat ironis, dalam kaitan dengan terus terjadinya aksi-aksi kekerasan yang dilakukan dalam nama Islam. Sekelompok kecil para ekstrimis dianggap telah membajak agama ini, tetapi anehnya para jihadis Muslim telah memenangkan pemilihan umum di Palestina maupun di tempat-tempat lainnya. konstitusi baru Irak dan Afghanistan, yang didukung oleh Amerika, telah memberlakukan syariah (Hukum Islam), yang memberlakukan hukuman mati kepada orang-orang yang menjadi Kristen, sebagai hukum tertinggi di negeri itu. Dan mayoritas utama orang-orang Muslim yang cinta damai sama sekali tidak memperlihatkan penolakan atau kecaman terhadap jihad Islamik global yang dilakukan atas nama mereka.
Ada banyak sekali bukti bahwa kekerasan para jihadis yang sesungguhnya sangat populer diantara para Muslim di seluruh dunia, tidak membuat para pejabat Barat mempertimbangkan ulang pandangan mereka mengenai Islam. Pada 10 April 2006, Presiden George Bush coba menjawab pertanyaan dari para mahasiswa tingkat sarjana di Paul H. Nitze School of Advance International Studies di Universitas John Hopkins Washington D.C. Seorang mahasiswa mengajukan sebuah pertanyaan dengan sejumlah penegasan mengenai Muhammad, Sang Nabi Islam:

Selamat pagi Bapak Presiden. Saya punya pertanyaan yang lebih umum mengenai usaha United States untuk mendemokratiskan seluruh dunia. Banyak orang yang telah melihat usaha Amerika untuk mendemokratisasikan dunia – khususnya bangsa-bangsa di Timur Tengah – sebagai sebuah hal yang tidak patut atau dianggap sebagai sebuah invasi terhadap kedaulatan mereka. Anggaplah hal itu benar, kenyataannya, Nabi Muhammad yang menetapkan konstitusi pertama yang dikenal di dunia – Yang saya maksudkan adalah konstitusi yang ia tulis untuk kota Medina (Piagam Medina) – dan bahwa hidupnya dan prinsip-prinsip yang menggarisbawahi konstitusinya, misalnya perjuangan bagi kesejahteraan para wanita, anak-anak dan orang-orang miskin, hidup dalam kesetaraan di antara orang-orangnya, menyelesaikan perselisihan di antara klan-klan yang senang berperang seperti yang ada di Arabia, memberikan pria dan wanita hak di parlemen untuk memilih, dan menjamin penghormatan bagi semua agama, yang ironisnya paralel dengan Konstitusi kita yang sangat kita junjung tinggi; Saya mempertanyakan keputusan anda baru-baru ini untuk membentuk Kelompok Studi Irak di bawah Institusi U.S. bagi Perdamaian, mengeksplorasi kemiripan yang sangat kuat ini untuk menempa sebuah hubungan yang baru dengan orang-orang Irak dan melatih orang Amerika mengenai prinsip-prinsip demokrasi yang melekat dalam Islam?
Presiden merespon dengan ramah, memanfaatkan kejujuran atas gambaran dari Muhammad seperti itu:
Saya tidak katakan kepada negara kita bahwa anda harus kelihatan seperti kami atau bertingkah laku seperti kami, tetapi yang saya katakan adalah, anda tahu bahwa anda harus memberikan kesempatan kepada masyarakat anda untuk bebas. Dan saya pikir adalah penting bagi Amerika untuk mengambil pimpinan atas isu ini. Ya saya kira seharusnya demikian – saya pikir adalah penting bagi masa depan kita untuk mendorong kebebasan, dan dalam kasus ini, Timur Tengah. Dan sebagaimana yang anda katakan, tidak harus hal ini dilaksanakan secara kontras dengan apa yang dikatakan oleh Muhammad.(1)

BERDUEL DENGAN MUHAMMAD
Sangatlah aneh melihat hanya sedikit negara Muslim, yang secara umum menghormati Muhammad, mendorong adanya kebebasan dan demokrasi dan memberikan wanita kesetaraan yang sah. Namun gagasan mengenai Muhammad sebagai pelopor dari nilai-nilai ini bukanlah hal yang orisinil bagi si penanya Presiden. Seorang penulis Muslim, Farida Khanam, menggambarkannya sebagai seorang yang lembut, lemah, dan penuh belaskasih:
“Hatinya penuh dengan kasih yang intens bagi semua umat manusia tanpa memandang kasta, keyakinan, atau warna kulit. Pernah ia menasihatkan para sahabatnya untuk memandang semua orang sebagai saudara dan saudari mereka. Ia menambahkan: ‘kalian semua adalah keturunan Adam dan Adam dilahirkan dari tanah liat’. Semua ini mengatakan pada kita kepekaan seperti apa yang ingin ditanamkan Muhammad pada manusia. Misinya adalah untuk membawa orang agar menyadari kenyataan bahwa semua manusia – tanpa peduli apakah ia berasal dari negara yang berbeda dan terlihat berbeda satu sama lain dalam hal warna kulit, bahasa, pakaian, dan budaya – mereka semua terhubung satu sama lain. Oleh karena sebuah relasi yang baik hanya dapat dibangun diantara semua manusia jika mereka saling menghormati satu sama lain sebagai sesama saudara dan saudari. Hanya dengan demikian maka perasaan kasih yang tepat dan juga penghormatan akan tercipta di seluruh dunia” (2)


Para apologis Islam dan akademisi kontemporer telah menggemakan gagasan yang sama. Muhammad “diatas segala sesuatu”, kata sarjana Islam Carl Ernst, “adalah seorang karismatik yang dikenal dengan integritasnya”. (3)

Safi-ur-Rahman al-Mubarakpuri, yang karya biografinya mengenai Muhammad, Ar-Raheeq Al-Makhtum (The Sealed Nectar), telah memenangkan juara pertama dalam sebuah kompetisi internasional biografi Muhammad yang diadakan di Mekkah pada tahun 1979, menulis bahwa “Nabi mengkombinasikan kesempurnaan ciptaan dan kesempurnaan tingkah-laku...Nabi adalah orang yang paling adil, sopan, benar tutur katanya, dan paling jujur dari semua orang”.(4)
Dengan nada yang sama, Ibrahim Hooper dari Council on American-Islamic Relations, sebuah organisasi yang mengatakan ingin “mempertinggi pemahaman mengenai Islam, mendorong dialog, menjaga kebebasan sipil, dan memperkuat Muslim Amerika”, mendesak orang-orang Muslim pada saat terjadi keributan sehubungan dengan kartun Muhammad yang muncul di dunia internasional pada awal tahun 2006, untuk meniru teladan Nabi: (5)
“janganlah kamu berlaku jahat terhadap mereka yang menjahati kamu, tapi hendaknya kamu berhadapan dengan mereka dengan pengampunan dan kebaikan (Sahih Bukhari). Deskripsi mengenai Muhammad sang nabi Islam itu adalah sebuah ringkasan mengenai bagaimana ia bereaksi terhadap serangan dan pelecehan pribadi. Tradisi-tradisi Islam meliput sejumlah contoh bagaimana Nabi sebenarnya mempunyai kesempatan untuk membalas mereka yang telah menyerangnya, tetapi ia menahan diri untuk tidak melakukannya... Sebagai orang Muslim, kita harus melangkah mundur dan bertanya pada diri sendiri, “apa yang akan dilakukan oleh Nabi Muhammad?” (6)
Tetapi kerusuhan internasional dan pembunuhan yang dilakukan oleh karena kartun-kartun ini – secara universal dijelaskan oleh para pelakunya sebagai sebuah balas dendam terhadap penghinaan yang ditujukan kepada Muhammad – menyiratkan bahwa pandangan Hooper secara universal tidak diterima di kalangan Muslim.
Beberapa orang Muslim bahkan menggunakan teladan Muhammad dengan arah yang sama sekali berlawanan dengan himbauan Hooper untuk menahan diri. Sheikh Omar Bakri Mohammed, seorang pendukung terbuka bagi Osama bin Laden yang mengajarkan jihad di Inggris selama bertahun-tahun sebelum akhirnya meninggalkan negara itu pada 7 Juli 2005, saat terjadi pemboman oleh jihadis di London, mengatakan bahwa Muhammad sendiri pasti menginginkan kematian para kartunis itu: “Penghinaan itu sekarang telah dilakukan oleh semua orang, Muslim dan non-Muslim, dan semua orang mengutuk para kartunis dan juga kartunnya. Namun, dalam Islam Tuhan berkata, dan utusan Mohammed berkata, barangsiapa yang menghina seorang nabi, ia harus dihukum dan dieksekusi. Orang ini harus diadili dan jika terbukti harus dieksekusi” (penekanan ditambahkan).(7) Kelompok jihadis Inggris Al-Ghurabaa penerus dari organisasi al-Muhajiroun milik Bakri, menyampaikan sebuah pernyataan yang serupa, menghubungkan dengan insiden-insiden dalam hidup Muhammad untuk membenarkan posisi mereka:
“Pada jaman nabi Muhammad (S.A.W)(8), ada orang-orang seperti mereka yang tidak menghormati dan menghinanya, kepada mereka penghakiman Islam dilaksanakan. Orang-orang seperti itu tidak akan mendapatkan toleransi pada masa lalu, dan di sepanjang sejarah Islam mereka diperlakukan sesuai dengan Syariah (hukum Islam). Tidak lama setelah insiden-insiden ini orang-orang mulai menyadari bahwa menghina utusan Allah (S.A.W) bukanlah sesuatu yang boleh dianggap remeh dan dengan melakukannya anda akan terbunuh, ini adalah sebuah konsep yang sudah banyak dilupakan orang pada masa kini”.(9)
Pada April 2006, Dewan Mujahiddin, yang dipimpin oleh Abu Musab al-Zarqawi, yang kemudian menjadi pemimpin al Qaeda di Irak, mengumumkan bahwa mereka telah membunuh seorang Kristen di Mosul karena “pengikut salib yang najis ini menghina Nabi Muhammad kami yang mulia”.(10) Mukhlas, seorang pelaku bom Bali tahun 2002 juga menyuarakan hal yang sama:
“Kamu yang masih mempunyai sedikit iman di hatimu, sudah lupakah kamu bahwa membunuh orang-orang kafir dan musuh-musuh Islam adalah sebuah amal yang mendapat pahala yang paling tinggi...Tidakkah kamu sadari bahwa teladan bagi kita semua, Nabi Muhammad dan ke-4 Khalif yang benar, membunuh orang-orang kafir dan menjadikannya sebagai kegiatan mereka yang utama, dan bahwa nabi mengobarkan operasi jihad 77 kali dalam 10 tahun pertama saat beliau menjadi pemimpin komunitas Muslim di Medina?”(11)
Banyak sarjana Islam di barat yang akan mengatakan bahwa Mukhlas tidak memahami agamanya dan salah menggambarkan karakter nabinya. Karen Armstrong, dalam tulisannya Muhammad: A Biography of the Prophet, menulis bahwa para pembajak 11 September “memikirkan Muhammad, ketika mereka menaiki pesawat yang akan mengalami musibah itu”. ‘Bersikaplah optimistik’, kalimat itu tertulis dalam dokumen-dokumen yang ditemukan dalam barang bawaan mereka, ‘Nabi selalu optimis’”. Namun demikian, Armstrong melanjutkan, “gagasan bahwa Muhammad akan bersikap optimis berkenaan dengan pembunuhan besar-besaran yang dilakukan pada 11 September adalah hal yang sangat biadab, karena, seperti yang coba saya tunjukkan dalam halaman-halaman ini, Muhammad menghabiskan sebagian besar masa hidupnya berusaha menghentikan pembantaian yang tidak pandang bulu semacam ini...Pada akhirnya Muhammad menolak kekerasan dan mengupayakan dengan berani suatu kebijakan anti kekerasan yang dapat disamakan dengan Gandhi”.(12)
MENGAPA MUHAMMAD PENTING
Jadi sebenarnya Muhammad itu seperti apa? Pertanyaan ini semakin hari semakin menekan – karena jika ia memang benar-benar seorang pencinta damai, orang dapat berharap bahwa teladannya dapat menjadi batu penjuru upaya-upaya reformasi dalam dunia Islam yang pada akhirnya akan membalikkan pengaruh para teroris jihad. Jika ia benar-benar mempelopori demokrasi dan kesetaraan jender, kita dapat menerapkan teladannya di kalangan orang Muslim, yang menghormatinya sebagai teladan yang tertinggi bagi tingkah-laku manusia, dan mengupayakan agar idealisme ini tercapai dalam dunia Islam. Namun jika para teroris jihad ternyata benar dalam menerapkan teladannya untuk membenarkan perbuatan-perbuatan mereka, para pembaharu Islam harus memulai sebuah pengkajian ulang berkenaan dengan tempat Muhamad di dalam Islam – ini adalah sebuah pekerjaan yang sangat sulit dilakukan.
Para non-Muslim di Barat harus mengetahui jawabannya sehingga kita dapat merencanakan sebuah kebijakan publik yang sesuai dengan itu. Perbedaan umum yang ada antara “Islam” dan “Islamisme”, yang diterima mentah-mentah oleh mayoritas analis kebijakan publik, pengambil keputusan, pembuat hukum, dan diplomat, berdasar pada gagasan bahwa ada sebuah inti, atau barangkali sebentuk Islam yang orisinil yang tidak mengajarkan peperangan terhadap non-Muslim; “Islamisme” secara luas diartikan sebagai sikap seorang Muslim yang meniru fasisme dan komunisme yang hampir sama sekali tidak ada hubungannya dengan pengajaran-pengajaran Islam yang sebenarnya. Ketika 17 orang Muslim ditangkap di Kanada pada Juni 2006 atas dugaan merencanakan serangan teror jihad terhadap gedung-gedung parlemen Kanada dan gedung-gedung lainnya, Ottawa Citizen bergegas mengemukakan pernyataan yang bersifat liberal:
“Pada 2001, mereka memerangi Barat dengan menyerang 2 kota besar di Amerika. Berikutnya adalah Spanyol dan Inggris. Di Belanda, mereka membantai seorang pembuat film di jalan. Orang-orang Australia mengalami nasib yang sama di Bali. Mengejutkan sekali melihat bahwa mereka memerlukan waktu yang lama untuk tiba di Kanada.
Hendaknya menjadi jelas bagi kita tentang siapa yang kami sebut dengan “mereka”. Yang kami maksudkan adalah para Islamis. Bukan orang Muslim, tetapi kaum Islamis. Seorang Muslim adalah orang yang mempraktekkan Islam, yang adalah sebuah agama yang besar. Seorang Islamis adalah seorang yang menganggap bahwa Islam bukanlah sekadar sebuah agama, namun sebuah ideologi politik.
Kaum Islamis berusaha mendirikan sebuah kelompok masyarakat islami yang diperintah berdasarkan penafsiran Islam secara keras. Islamisme memiliki gaung apokaliptik mengenai ideologi milenial yang lain, fasisme (seperti “Thousand Year Reich”). Islamisme adalah totalitarian, utopia, kekerasan – dan sama seperti fasisime, ia bersifat ekspansif”. (13)
Demikian pula, setelah pemboman yang dilakukan oleh para jihadis di London pada 2005, Perdana Menteri Inggris Toni Blair mengemukakan bahwa: “Kita semua tahu bahwa orang-orang ini bertindak atas nama Islam, tetapi kita juga tahu bahwa mayoritas besar orang Muslim baik di sini maupun di luar negeri adalah orang-orang yang sopan dan tunduk pada hukum, yang menolak dengan sangat keras aksi terorisme semacam ini sama seperti kita”.(14)
Inggris, sama seperti negara-negara di benua Eropa lainnya, telah bertaruh sangat besar dengan asumsi semacam ini – terutama sekali sehubungan dengan kebijakan-kebijakan imigrasinya. Tentu saja, seandainya para jihadis itu benar mengenai Muhammad, itu tidak berarti bahwa semua, bahkan kebanyakan orang Muslim tidak akan tunduk pada hukum dan bertentangan dengan terorisme. Dalam Islam, sebagaimana pula dalam setiap tradisi religius, ada suatu spektrum keyakinan, pengetahuan dan keimanan yang kuat. Kita tidak dapat yakin begitu saja bahwa jika seseorang adalah orang Muslim maka ia mempunyai pengetahuan yang cukup mengenai Qur’an dan hidup Muhammad. Hal ini sangatlah benar karena Islam pada dasarnya adalah sebuah agama Arab; orang-orang Muslim harus mempelajari doa-doa harian dan Qur’an dalam bahasa Arab, yang merupakan bahasa Allah. Berdoa kepada-Nya dengan menggunakan bahasa lain adalah hal yang tidak dapat diterima. Oleh karena kebanyakan orang Muslim dewasa ini bukanlah orang-orang yang bahasa ibunya adalah bahasa Arab, dan Qur’an itu sulit, klasik, dan bahasa Arab yang digunakan berasal dari abad ke-7 (banyak juga terjemahan Inggris yang sama sulitnya seperti bahasa yang digunakan dalam King James Version), banyak orang Muslim, walaupun mereka sangat serius dengan iman mereka, hanya mempunyai sedikit pemahaman mengenai apa yang sesungguhnya dikatakan oleh teks-teks dalam Qur’an.
Di samping kesulitan-kesulitan itu, teks-teks tersebut dapat dibaca dan dimengerti. Dan jika orang-orang Muslim yang cinta damai dapat menunjukkan ketidaksetujuan mereka ketika para jihadis merujuk pada teladan Muhammad yang membenarkan kekerasan, mereka akan tetap rentan terhadap rekrutmen dari para jihadis yang menampilkan diri sebagai eksponen kalangan “Islam yang sejati”, yang dengan setia mengikuti teladan Muhammad.
Qur’an dan tradisi Islam menjelaskan bahwa Nabi adalah teladan utama bagi orang Muslim untuk bertingkah-laku. Peran pentingnya bagi ratusan juta orang Muslim di seluruh dunia berakar dalam Qur’an, Kitab Suci orang Muslim. Singkatnya, ia adalah “teladan tingkah-laku yang sempurna” (Sura 33:21). Ia menunjukkan “standar karakter yang sempurna” (Sura 68:4), dan tentu saja, “orang yang menaati Utusan Allah, menaati Allah” (Sura 4:80). Qur’an seringkali menghimbau orang Muslim untuk menaati Allah dan Muhammad: sementara Kitab Suci orang Muslim tidak menutupi kenyataan bahwa Muhammad juga tidak sesempurna itu (bdk.40:2, 80:1-12), Qur’an juga berulangkali menginstruksikan orang Muslim untuk menaati Muhammad (Sura 3:32, 3:132, 4:13, 4:59, 4:69, 5;92, 8:1, 8:20, 8:46, 9:71, 24:47, 24:51, 24:52, 24:54, 24:56, 33:33, 47:33, 49:14, 58:13, 64:12).
Seorang Muslim yang taat akan menyikapi hal ini dengan serius. Muqtedar Khan dari the Center for the Study of Islam and Democracy menjelaskan:
“Tidak ada pemimpin religius yang begitu besar pengaruhnya pada para pengikutnya seperti Muhammad (semoga damai ada atasnya) Nabi Islam yang terakhir... Dan Muhammad sebagai utusan Tuhan yang terakhir menikmati penghormatan yang tinggi sehubungan dengan wahyu, yaitu Qur’an – dan tradisi. Sebegitu hebatnya sehingga perkataan, perbuatan dan kebungkaman Muhammad (yang dilihatnya dan tidak dilarangnya), menjadi sumber independen bagi hukum Islam. Orang-orang Muslim, sebagai bagian dari kewajiban keagamaannya, bukan hanya harus taat tapi juga harus meniru dan meneladani Nabi mereka dalam setiap aspek kehidupan. Maka Muhammad adalah pengantara dan juga sekaligus sumber hukum yang ilahi.”(15)
Ketika orang-orang Muslim yang berpikiran reformis dan juga para jihadis yang haus darah menerapkan teladannya untuk membenarkan tindakan-tindakan mereka, pertanyaan tentang kelompok mana yang nampaknya akan lebih berhasil di masa depan, dan yang akan membimbing sebuah dunia islami yang mempunyai cengkeraman kebangkitan religius dan peningkatan permusuhan terhadap Amerika dan dunia Barat, akan sangat ditentukan oleh Muhammad – seperti apa ia sesungguhnya berdasarkan teks-teks islami.
Dengan meneliti teks-teks islami dan apa yang dikatakan disana tentang pendiri agama ini, kita dapat mempelajari sesuatu mengenai Muhammad, bahkan jika tidak ada “pencaharian terhadap Muhammad yang historis” secara ilmiah, seperti halnya pencaharian terhadap Yesus yang historis. Identitas yang sebenarnya, perkataan dan perbuatan Nabi Islam adalah topik yang hanya dieksplorasi secara ringan oleh para sarjana, secara umum hanya mengandalkan sumber-sumber mula-mula yang mempunyai keterbatasan, dan penolakan Islam yang keras terhadap pertanyaan apapun terhadap keyakinan islami, bahkan sekalipun pertanyaan itu berdasarkan pada prinsip-prinsip akademis yang non-polemik. Sementara kalangan kritik historis Alkitab telah beroperasi dengan leluasa dan memberikan dampak yang luar-biasa terhadap kekristenan dan paska- kekristenan di dunia Barat. Di dunia Islam studi-studi semacam itu sama sekali tidak ada. Beberapa sarjana yang bekerja dalam bidang ini, seperti Christoph Luxenberg, menerima ancaman kematian dan menerbitkan tulisan-tulisannya dengan nama samaran.
Namun pada puncaknya, pencaharian terhadap Muhammad yang historis, yang adalah hal yang penting dan menyenangkan untuk dilakukan, tidaklah menjadi sesuatu yang menentukan tujuan yang ingin dicapai oleh dunia Islam pada beberapa dekade mendatang. Oleh karena penyelidikan-penyelidikan semacam itu tidak akan mendapat perhatian yang berarti dari orang-orang dalam dunia Islam. Namun demikian, yang sudah pasti akan mempunyai pengaruh yang besar adalah figur Muhammad sebagaimana yang ditampilkan dalam Qur’an dan juga sumber-sumber islami lainnya yang diterima – terutama Hadith, yaitu tradisi Nabi yang banyak menentukan dasar praktek dan kesalehan islami.
Peperangan ini telah berkobar. Para anggota kelompok-kelompok jihad telah mengklaim Qurán dan hadith sebagai sekutu mereka dalam usaha mereka untuk menegakkan budaya Muslim. Orang-orang Muslim garis keras telah sangat dalam memasuki komunitas-komunitas Muslim yang cinta damai dengan mengajarkan kekerasan Islam sebagai “Islam yang sejati/murni” dan memanggil orang-orang Muslim kembali kepada apa yang mereka hadirkan sebagai ketaatan yang penuh terhadap agama mereka. Dan ketaatan yang penuh itu melibatkan peperangan terhadap orang-orang non-Muslim untuk menegakkan hegemoni tatanan sosial islami.(16) Perekrutan ini berpusat tidak hanya pada Qurán dan teks-teks penting islami lainnya, tetapi juga pada figur Muhammad.
Fiksi-Fiksi Yang Sopan Sebenarnya Tidak Berguna
Banyak pembuat kebijakan dan para pakar yang tidak ingin mengadakan penyelidikan seperti itu karena kesimpulannya akan sangat mengerikan. Seandainya para teroris tidak “membajak” sebuah agama yang damai, seandainya mereka tidak membengkokkan substansi Islam, lalu apa? Apakah anda ingin menyaksikan sebuah peperangan global? Apakah anda ingin melihat Amerika Serikat secara simultan harus menerima ke-57 pernyataan Organisasi Konperensi Islam (Organization of the Islamic Conference)? Seorang analis politik konservatif yang terkemuka bahkan mengatakan bahwa walaupun ada gagasan bahwa Islam itu adalah agama damai “nampaknya hanya seperti sebuah fiksi yang sopan, namun itu sangat penting.” Orang-orang Muslim yang berpengaruh sangat mempercayai hal itu, dan adalah penting bahwa mereka untuk berhasil dalam perjuangan Muslim berkenaan dengan definisi diri sendiri. Alih-alih menghina mereka, kita harus melakukan apa yang dapat kita lakukan untuk mendukung orang-orang seperti Raja Abdullah dari Yordania, yang telah meluncurkan sebuah inisiatif anti-teror, dan Ayatollah Sistani dari Irak, yang secara konsisten mengutuk terorisme. Sekalipun ada keramahan teologis dalam Islam, kebudayaan religius apapun mempunyai warna yang berbeda seiring berjalannya waktu. Ada orang-orang yang bertanya-tanya apakah kekristenan adalah sebuah agama damai 300 tahun yang lalu ketika para lawan dari bangsawan-bangsawan Kristen bergumul dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai iman”.(17)
Perbedaannya adalah, tidak seorang Kristen pun yang dapat mengemukakan dengan alasan yang kuat bahwa Yesus, Sang Raja Damai, mengajarkan kekerasan atau apapun yang bertentangan dengan ajaran-ajaran-Nya yaitu mereka yang hidup dengan pedang akan mati oleh pedang, bahwa kita harus memberikan pipi yang satunya lagi, bahwa orang harus memberikan pada kaisar apa yang menjadi hak Kaisar. Tetapi jika Muhammad mengajarkan kekerasan, jika Muhammad mengajarkan sebuah doktrin yang mewajibkan adanya perang suci terhadap orang-orang kafir, jika Muhammad menyatukan agama dan negara maka itu tidak akan sedikitpun mengubah kaum mujahidin di seluruh dunia; mereka akan tetap menjalankan apa yang mereka percayai sebagai pengajarannya yang otentik untuk membenarkan tindakan-tindakan mereka. Kenyataan bahwa kebenaran itu sulit bukanlah alasan untuk memilih hal yang semu dan “fiksi yang sopan”.
Jika hidup pribadi dan pengajaran-pengajaran Muhammad adalah sumber bagi kekerasan jihad, mengidentifikasikan kebenaran itu tidak akan mewajibkan negara-negara Islam untuk memerangi Amerika. Tetapi hal itu akan mengijinkan terciptanya pengambil keputusan yang berpikiran jernih sehingga memungkinkan adanya reformasi yang jujur di dalam Islam, dan mendapatkan keuntungan karena telah mendasarkannya pada kenyataan.
Tujuan Dari Buku Ini
Buku ini bukanlah sebuah biografi komprehensif Nabi Islam, walaupun buku ini menyediakan sebuah garis besar umum mengenai perjalanan karirnya. Diatas semua itu, buku ini adalah sebuah pengujian terhadap beberapa aspek dari hidupnya yang bagi kalangan non-Muslim dianggap bermasalah, dan yang digunakan oleh orang Muslim dewasa ini untuk membenarkan tindakan-tindakan kekerasan atau tingkah laku mereka yang tidak sesuai dengan pandangan dunia Barat mengenai hak azasi manusia dan harga diri seorang manusia. Para pembaca di Barat akan belajar mengapa orang Muslim yang moderat - yang kepada mereka pemerintahan Barat dan pejabat-pejabat penegak hukum berharap banyak – nampaknya sangat lemah dan terpinggirkan dibandingkan dengan gerakan-gerakan jihadis di dunia Islam. Dan mereka akan belajar mengapa orang Muslim mendapati bahwa teladan Muhammad sangat memaksa mereka, dan mengapa teladan itu dapat digunakan untuk membenarkan tindakan-tindakan yang sangat berbeda.
Di sepanjang buku ini, saya akan menunjukkan bagaimana pandangan-pandangan Muhammad dan Islam yang populer telah dibentuk di belahan dunia yang berbahasa Inggris dan dunia Barat secara umum, dan menyatakan beberapa sikap mendua/bias dari orang-orang yang membentuknya.
Mengapa Awalnya Saya Tidak Ingin Menulis Buku Ini?
Pada awal 2006, kemarahan orang Muslim meledak di seluruh dunia terhadap kartun Denmark mengenai Nabi Muhammad. Kartun-kartun itu sendiri tidaklah terlalu menghina dibandingkan dengan apa yang secara rutin diterbitkan di semua suratkabar Amerika mengenai para presiden, para kandidat presiden, dan sebagainya. Semuanya ada 12; 9 diantaranya sama sekali tidak berbahaya, sementara 3 yang lainnya menghubungkan Islam dengan kekerasan. Walaupun gagasan mengenai kerusuhan terhadap kartun-kartun itu nampaknya aneh bagi banyak orang non-Muslim, “krisis” yang terjadi memunculkan tanggapan-tanggapan diplomatis, diskusi-diskusi resmi PBB, boikot-boikot internasional dan ancaman-ancaman yang keras terhadap para pengusaha dan pejabat-pejabat kedutaan yang tidak bersalah. Berikut ini adalah beberapa contoh krisis yang ditimbulkan oleh kartun tersebut:
Gaza: Pada akhir Januari, orang-orang bersenjata menduduki kantor Uni Eropa, menuntut permintaan maaf dari Denmark dan Norwegia (karena ada penerbit lain yang kemudian mencetak ulang kartun-kartun itu).(18) Keesokan harinya, para pengunjuk rasa meneriakkan “Perang terhadap Denmark, matilah Denmark” saat mereka membakar bendera-bendera Denmark. Pemimpin Jihad Islam Nafez Azzam berkata: “Kami marah besar terhadap serangan yang terus menerus pada Islam dan kami menuntut agar pemerintah Denmark membuat sebuah permintaan maaf yang jelas di depan umum atas kejahatan yang sangat besar ini”.(19)
Para menteri dalam negeri Arab mengadakan pertemuan di Tunisia dan mendeklarasikan: “Kami meminta pihak otoritas Denmark untuk mengambil tindakan yang diperlukan untuk menghukum orang-orang yang bertanggung-jawab atas kejahatan ini dan mengambil langkah-langkah pencegahan agar hal ini tidak terulang”.(20)
Libya dan Arab Saudi memanggil pulang para duta besar mereka dari Kopenhagen.
Di Arab Saudi, sekelompok massa yang marah memukuli 2 karyawan Danish corporation Arla Foods.
Di seluruh dunia Islam, Arla Foods menjadi sasaran boikot yang melumpuhkan – boikot yang diberlakukan oleh para pejabat Muslim di seluruh dunia.(21)
Menteri Luar Negeri Irak, Hoshiyar Zebari mengeluh pada Duta Besar Denmark untuk Baghdad, ketika tentara Denmark disiagakan disana setelah sebuah fatwa berkenaan dengan kartun-kartun tersebut dikeluarkan.
Insiden-insiden ini muncul setelah adanya protes-protes diplomatis dari Liga Dunia Muslim, Organization of the Islamic Conference, dan organisasi-organisasi lainnya; protes-protes di Kashmir; ancaman mati bermunculan dari Pakistan dan masih banyak lagi. Bahkan Bill Clinton mengambil tindakan mengutuk “kartun-kartun yang sangat tidak sopan terhadap Islam” dan membenarkan diri sendiri: “Lalu sekarang apa yang akan kita lakukan? ...Mengganti buruk sangka anti-Semitis dengan buruk sangka anti-Islam?”(24) Tentu saja tidak! Tetapi pertanyaannya itu tidak sampai ke inti permasalahan. Kartun-kartun tersebut bukanlah sebuah manifestasi buruk sangka anti-Islam: kritik terhadap Muhammad atau bahkan Islam bukanlah dan semestinya tidak dianggap sama seperti anti-Semitis. Islam bukanlah sebuah perlombaan; permasalahan sehubungan dengan Islam bukanlah produk dari rasa takut dan fiksi, tetapi ideologi dan fakta – yaitu fakta yang telah berulangkali ditekankan oleh orang Muslim di seluruh dunia, ketika mereka melakukan kekerasan atas nama Islam dan membenarkan kekerasan itu dengan ajaran-ajaran Muhammad. Perhatikanlah, sama seperti kartun-kartun lainnya, ada hubungan antara pengajaran Muhammad dengan kekerasan Islam dan itu dilakukan berulangkali oleh Osama bin Laden, Ayman al-Zawahiri, Abu Musab al-Zarqawi, Omar Bakri, Abu Hamza, Abu Bakar Baasyir, dan banyak jihadis lainnya. Apakah mereka semua dan banyak yang lainnya salah memahami dan menafsirkan pengajaran Muhammad dan Islam? Pertanyaan ini, walaupun krusial, tidak relevan dengan evaluasi etis terhadap kartun tersebut. Kenyataannya, orang-orang ini dan para teroris jihad lainnya mengklaim teladan dan perkataan Muhammad sebagai inspirasi mereka. Beberapa kartun tersebut sesuai dengan kenyataan ini.
Kemudian pada puncaknya, kontroversi kartun tersebut adalah masalah kebebasan berbicara. Sementara hal ini berkembang menjadi suatu masalah internasional, kontroversi kartun tersebut mengindikasikan adanya jurang antara dunia Islam dan dunia Barat paska kekristenan dalam hal kebebasan berbicara dan berekspresi. Dan sementara dunia Barat terus memberikan penghormatan kepada berhala-berhalanya yaitu toleransi, keragaman budaya, dan pluralisme, Barat akan dengan mudah kehilangan kebebasan-kebebasannya yang dimenangkan dengan sulit. Kebebasan berbicara berjalan seiring dengan kebebasan untuk mengganggu, mengejek dan menghina. Jika tidak demikian, tidak ada nilainya; perkataan yang tidak menghina tidak memerlukan perlindungan dari sebuah amandemen konstitusi. Ketika seseorang atau sebuah ideologi dianggap telah keluar batas pengujian kritis dan bahkan menghina, kebebasan berbicara telah diganti dengan sebuah ideologi “jaket pengaman”. Orang-orang Barat nampaknya menganggap enteng hal ini ketika harus berhadapan dengan kekristenan, bahkan ketika mereka bersikap ofensif dan tajam seperti karya Andres Serrano Piss Christ atau kotoran Chris Ofili – dan Perawan Suci Maria yang dibungkus dengan pornografi. Namun kejelasan pemikiran yang sama nampaknya tidak ada dalam konteks islami.
Namun ada hal yang sangat dibutuhkan. Kontroversi mengenai kartun itu tidaklah penting bahkan aneh pada mulanya, telah bertumbuh menjadi tantangan yang serius terhadap cara berpikir Barat mengenai kebebasan berbicara dan pluralisme. Suratkabar yang pertama-tama mencetak kartun tersebut, yaitu Jyllands-Posten, dan Perdana Menteri Denmark Anders Fogh Rasmussen secara umum membatasi diri hingga mengatakan bahwa mereka menyesal karena pihak Muslim merasa terhina, dan bahwa hal itu sama sekali tidak disengaja. Tetapi himbauan dari kalangan Muslim untuk bertindak lebih jauh dan “menghukum orang-orang yang bertanggung-jawab”, seperti yang dituntut oleh Menteri Dalam Negeri Arab, atau memandang kartun tersebut sebagai pelanggaran atas hak azasi manusia, sebagaimana yang dikemukakan oleh seorang Imam Belgia. Bahkan Uni Eropa mengkritik orang Denmark dengan keras karena salah menangani kontroversi tersebut, nampaknya tidak ada kesadaran bahwa menempatkan Muhammad dan Islam di atas kritik atau di atas kritik yang sangat keras akan sama berbahayanya terhadap sebuah masyarakat yang bebas, sebagaimana gagasan mengenai “Sang Pemimpin Yang Terkasih” dari Korea Utara atau materialisme dialektikal yang dianggap berada di atas kritik. Sungguh, ini adalah maut bagi masyarakat yang bebas.
Organisasi Konferensi Islam dalam sebuah pertemuan di Mekkah pada Desember 2005 telah memutuskan untuk menggunakan kartun-kartun tersebut sebagai sebuah pelajaran untuk menunjukkan betapa buruknya bahaya sekularisme Barat. Kemarahan umat Muslim terhadap kartun itu tidaklah spontan, namun dengan cepat menyebar ke seluruh dunia Muslim.(25) Setidaknya 139 orang dibunuh dan 823 orang dilukai dalam kerusuhan internasional mengenai kartun tersebut, dan para kartunis tersebut sekarang hidup di bawah ancaman mati.(26)
Kematian untuk “Para Penghujat”
Kemarahan terhadap kartun tersebut juga bukanlah hal yang unik. Pada September 2004, film Submission karya seorang pembuat film asal Belanda Theo van Gogh, ditayangkan di televisi Belanda. Ini adalah gagasan dari seorang mantan Muslim anggota Parlemen Belanda, Ayaan Hirsi Ali. Submission menceritakan tentang pelecehan terhadap kaum wanita Muslim – dan bahkan menampilkan gambaran wanita yang disiksa, mengenakan pakaian yang tembus pandang yang memperlihatkan payudaranya, dengan ayat-ayat Qur’an tertulis di tubuh mereka. Pada 2 November 2004, van Gogh ditembak mati di jalanan kota Amsterdam oleh Muhammad Bouyeri, seorang Muslim, yang setelah menembak van Gogh beberapa kali, menikamnya berulangkali, menggorok lehernya dengan pisau jagal, dan meninggalkan sebuah surat di badannya yang berisi ayat-ayat Qur’an dan ancaman kepada figur publik Belanda lainnya yang menentang arus kedatangan imigran Muslim ke Belanda.(27)
Pembunuhan semacam ini mempunyai preseden yang cukup dalam dunia Islam. Pada 1947, kelompok Islam radikal membunuh seorang pengacara Iran Ahmad Kasravi di pengadilan, ketika ia sedang membela dirinya terhadap tuduhan bahwa ia telah menyerang Islam. Empat tahun kemudian, para anggota dari kelompok Muslim radikal yang sama, Fadayan-e Islam, membunuh Perdana Menteri Iran Haji-Ali Razmara setelah sekelompok ulama Muslim mengeluarkan fatwa mati untuknya. Pada 1992, penulis Mesir Faraj Foda dibunuh oleh orang-orang Muslim yang marah besar terhadap “kemurtadannya” dari Islam. Ini adalah sebuah pelanggaran yang menurut hukum tradisional Islam harus dijatuhi hukuman mati. Rekan senegara Foda, seorang novelis pemenang Nobel Naguib Mahfouz, ditikam pada 1994 atas tuduhan penghujatan. Berdasarkan hukum penghujatan Pakistan, banyak orang non-Muslim yang telah ditangkap, disiksa, dan dihukum mati hanya dengan sedikit bukti. Dan tentu saja, ada pula fatwa mati Ayatollah Khomeini yang sangat terkenal terhadap novelis Salman Rushdie.
Tidak diragukan lagi, Van Gogh bermaksud agar Submission bersifat provokatif dan bahkan menghina. Ia adalah cicit dari saudara Vincent van Gogh, seorang yang sangat terkenal dan sangat kontroversial. Di masa lalu, ia pernah mengkritik orang Yahudi dan orang Kristen dengan sangat keras hingga mendapatkan keluhan formal. Bahkan Ali Hirsi mengakui bahwa “kritik van Gogh adalah sah. Tetapi ketika orang harus mati oleh karena cara berpikirnya, kesalahan yang telah dilakukannya tidak lagi menjadi masalah. Itulah saat kita harus membela hak-hak azasi kita. Jika tidak kita hanya akan semakin menyemangati si pembunuh dan membenarkan bahwa ada alasan yang tepat untuk membunuh orang ini”.(28)
Membela Kebebasan Berbicara
Dunia yang bebas harus berdiri bersama Denmark, siap untuk membela kebebasan berekspresi. Tapi ternyata tidak. Setelah pembunuhan terhadap van Gogh, dunia yang bebas semestinya membela kebebasan berbicara. Tapi itu tidak terjadi. Terhadap sikap tidak bertoleransi dan kekerasan Islam, semestinya Barat menampilkan warisan Judeo-Kristen yang dimilikinya, dengan penekanan terhadap harga seorang manusia, yang merupakan sumber aliran kebebasan berbicara dan hati nurani Barat. Tapi ternyata itu tidak terjadi.
Jika tidak dibela, maka kita akan kehilangan hak kita untuk bebas berbicara dan berpikir.
Itulah sebabnya mengapa saya bertekad, setelah mengalami banyak keraguan dan ketidakpastian, bahwa saya harus menulis buku ini. Saya sangat sadar akan resikonya. Tetapi pertanyaan mengenai Muhammad – siapa dia, apa yang telah dilakukannya, dan apa yang ia yakini – adalah kunci untuk memahami konflik global yang terjadi dewasa ini dengan para jihadis, dan apa yang harus kita lakukan terhadap hal itu.
Pembahasan ini dapat bersifat provokatif – kemungkinan juga berbahaya. Tapi saya akan melaporkan berdasarkan sumber-sumber Muslim – yaitu sumber-sumber yang dipercayai oleh banyak orang Muslim – yang menceritakan tentang Muhammad. Dan saya akan mendiskusikan beberapa implikasinya. Tidaklah perlu- dan juga bukan maksud saya untuk menghina Muhammad, merendahkannya, mengejeknya, atau menulis apapun selain dari catatan yang sangat akurat mengenai apa yang dilakukan dan dikatakannya tentang beberapa hal yang penting. Tapi dalam bidang-bidang ini kemarahan akan cepat memuncak.
Namun, itulah sebabnya mengapa buku ini harus ditulis. Kebebasan untuk mendapatkan informasi dan berbicara, pencaharian kebenaran, tidak boleh dibungkam dengan intimidasi yang keras atau menerima separuh kebenaran dan propaganda yang dimaksudkan untuk mengurangi musuh-musuh kebenaran.
Satu hal yang pasti: jika tidak ada orang yang mau mengambil resiko semacam itu, kebebasan berbicara akan perlahan-lahan menjadi peninggalan sejarah.
Catatan-Catatan Umum
Dalam menulis buku ini saya secara eksklusif hanya bersandar pada sumber-sumber islami mengenai hidup Muhammad: bahan-bahan biografis yang paling awal dalam tradisi Islam, yang akan saya perinci dalam bab 3, juga Qur’an terjemahan Inggris yang dibuat oleh orang-orang Muslim, yaitu Abdullah Yusuf Ali dan Mohammed Marmaduke Pickthall. (Penomoran ayat-ayat Qur’an tidaklah standar; oleh karena itu, jika anda menggunakan terjemahan lain selain terjemahan Ali atau Pickthall, mohon diperhatikan bahwa ayat yang saya kutip bisa jadi ada di bagian lain dari lokasi yang saya sebutkan: beberapa ayat ke depan). Dalam tulisan ini ada beberapa perbedaan cara transliterasi nama-nama dari bahasa Arab, sehingga kadang-kadang nama seseorang akan diucapkan dengan cara tertentu oleh saya dan sebuah sumber tapi dengan cara berbeda oleh sumber yang lainnya; saya mohon maaf atas kebingungan ini, dan saya telah berusaha memperkecil hal itu.
Demikian pula, saya menyebut nama sesembahan Islam dengan “Allah”, sedangkan terjemahan Inggris dalam biografi Muhammad yang dimiliki Muslim mula-mula, sesembahan yang sama disebut “God” (= Tuhan) – seperti yang akan saya ilustrasikan dalam kutipan-kutipan saya dari biografi itu dalam buku ini. Sudah tentu, kata “Allah” bukan hanya milik Islam secara eksklusif; kata itu sudah ada lebih dulu dari Islam. Tentu saja, Qur’an mengklaim bahwa sesembahan orang Yahudi dan Kristen sama dengan sesembahan orang Muslim (Sura 29:46). Namun demikian, oleh karena Islam tradisional menolak doktrin Kristen seperti Tritunggal, keilahian Kristus, dan yang lainnya, dan mengelompokkan Yudaisme bersama dengan kekristenan sebagai pemberontak yang menyimpang dari Islam, tepatlah jika saya, demikian pula banyak orang Muslim yang berbahasa Inggris, untuk tetap menggunakan kata Arab “Allah” untuk menyebut sesembahan Islam dalam bahasa Inggris. Saya berharap ini tidak akan menimbulkan kebingungan lebih jauh lag

Tidak ada komentar:

Posting Komentar