Aktifitas gemelan personil Ludruk adalah, salah satu ciri khas seni budaya ludruk Surabaya ini, Setelah nobong dari suatu tempat ketempat lainya, di berbagai lokasi selama 25 tahun, Ludruk Irama Budaya akhirnya mendapat ‘kandang’ di Taman Hiburan Rakyat (THR). Pada 4 Maret 2010 lalu, Ludruk Irama Budaya akan memulai fase barunya di THR.
Sudah setahun lebih, Zakia stand by di kompleks THR Surabaya. Siang-malam waria bernama asli Sunaryo ini sibuk menata serta mengatur salah satu gedung dan personil ludruk untuk pertunjukan di samping paseban, dekat Gedung Srimulat. Gedung lama ini memang mangkrak setelah ditinggal salah satu komunitas bela diri asal daratan Tiongkok.
“kami serta teman-teman harus kerja keras bikin panggung, dekorasi, pasang tempat duduk, lighting, dan sebagainya awal mula pintah di nobong THR ini bahkan sampai saat ini selalu mempersiapkan kondisi dari tempat yang sebenarnya sendiri tidak layak buat pentas ludruk sendri, tetapi apa boleh buat demi mempertahankan seni budaya ludruk kkususnya Irama budaya ludruk sendiri yang masih bertahan saat ini, yang satu-satunya di Surabaya ini. “Capek sih capek, tapi saya bersyukur banget sama pemkot Surabaya. Akhirnya, kami diberi kandang meskinpun sebetulnya hanya asal-asalan yang memberi fasilitas Gedung ini dalam kondisi pengap, jorok, gelap, serta acak-acakan,” ujar Zakia yang saya temui di dalam gedung itu, Selasa (15/3/2011) siang.
Zakia Sunaryo, 55 tahun, begitu nama lengkapnya asli Ploso Gang III Surabaya, adalah seniman sejati yang juga pemimpin Ludruk Irama Budaya. Setelah mendapat izin dari Pemerintah Kota Surabaya melalui dinas kebudyaan dan Pariwisata untuk menempati gedung kosong itu, Zakia langsung respek dengan kesemp[atan yang di berikannya kepadanya. Dengan Menjebol tabungan, cari pinjaman kesana sini , meminta sumbangan agar gedung baru ini bisa segera dimanfaatkan yang sebelumya kondisinya yang sangat memperhatinkan pada saat itu yang banyak di salah gunakan sebagai tempat bercengkram ria oleh anak-anak pemuda untuk pacaran dengan pasangannya.
“Alhamdulillah, Ludruk Irama Budaya akhirnya dapat kandang. Wong sapi aja punya kandang, tempat berteduh setelah mencari makan rumput kesana sini, mosok grup ludruk kayak Irama Budaya tidak punya kandang,” ujarnya. Zakia dengan bahasa Suroboyoan, dia mengaku sudah habis sekitar Rp 17 juta an awal untuk membenahi markas barunya ini di Taman Hiburan Rakyat (THR) ini.
Setelah selamatan pada 3 Maret 2010 silam, kemudian dengan pentas perdana sehari sesudahnya Zakia bertekad menggelar pertunjukan ludruk setiap malam di THR. Para pemain Irama Budaya yang 50orang itu diboyong ke markas baru di belakang gedung. “Yang di Joyoboyo juga tetap main, cuma malam Minggu saja. Sebab, kami masih punya kontrak sampai akhir bulan Juli tahun kemarin, sekarang sudah fokus ke tempat ini semua bahkan tidur disini peludruk dari Irama budaya Ludruk (IBL)Surabaya,” tuturnya.
Para penggemar ludruk yang sejak 1987 menikmati cerita dan banyolan khas Irama Budaya di Joyoboyo sudah lama dikondisikan bahwa grup kebanggaannya segera hijrah ke THR pada maret 2010 lalu. Apalagi, gedung darurat untuk nobong di dekat Terminal Joyoboyo itu akan dikembalikan kepada si empunya pada 2010 silam.
“Jujur, selama ini saya pusing karena terlalu banyak masalah. Kontrak Rp 8 juta, listrik, air, makanan teman-teman, dan sebagainya,” kata Zakia tersebut.
Berbagai usaha ia lakukan dengan mempertahan seni budaya Ludruk, dengan menampilakn pentas-pentas seminggunya dua kali bahkan tiga kali dengan nilai tiket masuk hanya 5 ribu, bagi para penggemarnya,”selama ini paling banyak penonton Ludruk 100 orang, itu sudah bagus bagi peludruk kita” ujar Zakia ini
Meski dipercaya mengelola gedung ludruk oleh UPDT THR, Zakia menegaskan, Irama Budaya tak akan memonopoli gedung itu. Pemain-pemain ludruk dari grup lain, bahkan kota-kota lain, dipersilakan berekspresi di sini. Bukan itu saja. Zakia yang merasa sudah sepuh punya beban moral untuk melakukan regenerasi peludruk. Mencetak pemain-pemain ludruk baru dari kalangan anak-anak muda.
“Saya namakan Ludruk Generasi. Mereka-mereka itu yang akan melestarikan ludruk. Insya Allah, ludruk tetap akan bertahan di Surabaya meskipun kondisinya tidak sebagus zaman dulu,” sidirnya kepada Pemkot yang tidak pernah menengok aksi mereka pada saat pentas.
Sekitar satu tahun lalu, diam-diam, Zakia dan teman – temanya pernah menggelar lomba ludruk remaja se-Jawa Timur. Ada belasan grup ludruk yang dinilai layak diberi kesempatan untuk unjuk kebolehan di atas panggung. Mereka juga akan berkolaborasi dengan pemain-pemain senior atau bintang tamu tertentu,”Ya ini salah satu wujud keseriusan kita terhadap seni budaya Ludruk khas Surabaya serta teman – teman dari Ketoprak Wayang orang yang mempunyai jiwa tetap mempertahankan seni khas asal Surabaya tersebut,” tegas pria paruh baya itu.
“Nah, rencananya setiap malam grup ludruk generasi ini nantinya main secara bergiliran. Woro-woronya akan diumumkan ditempat ini tadinya ,” kata Zakia sambil duduk serta sesekali meminum kopi di meja yang di pesannya di warung sebelah tempat Base camp para seniman ludruk dan ketoprak wayang orang itu.
Namun apa yang sudah di lakukan para seniman tersebut tidak di imbangi oleh pemerintah kota Surabaya yang membidangi bidang seni Budaya dan Pariwisata untuk ikut mendukung keseriusan mereka dalam, mempertahankan budaya itu dari kepunahan, seperti tingkat kesejahteraan bagi seniman ludruk maupun Ketoprak wayang orang tersebut. Pada pada jaman dulu orang luar Surabaya bahkan luar negeri tidak pernah puas kalu tidak menginjakan kakinya atau mengunjungi THR sebagai sarana serta wadah seni khas Surabaya yang terletak dibelakang H-tech maal itu.
Tetapi sayangnya kurang responsive dari pemkot sendiri terhadap seni budaya ludruk yang tinggal satu-satunya di Surabaya ini, kurang mendapatkan dukungan dari pemkot setempat,”kita serba salah dalam mengambil inisitif, keputusan yang tak lain maksud tujuan kita tetap mempertahankan Ludruk ini,yang saat ini masih bertahan, kita pasang papan promosi di depan, katanya mengganggu lalu lintas, kita promosi lewat edaran katanya pencemaran lingkungan, hingga mengotori jalan dan sebagainya”miris Zakia
Namun begitu semangat zakia dan made bersama teman-temannya, tidak pernah luntur dalam mempertahankan Ludruk serta ketoprak khas Surabaya ini.Meski hanya mendapat kucuran dana dari pemkot sebesar Rp 2 juta perbulanya untuk lebih dari 50 personil dari Irama budaya Ludruk(IBL) Surabaya, tidak bisa di bayangkan berapa bagian perorangnya dengan nilai 2 juta, dari 50 personil IBL tersebut, untuk hidup sebulannya?
Himpitan kesengsaraan seniman Ludruk dan ketoprak
Suasana di markas Base camp Irama Budaya terasa lesu gusam. Gedung pertunjukan sekaligus tempat tinggal 50-an pemain ludruk terkenal itu pengap, gelap, jorok, dan acak-acakan terkesan tidak responsive pemerintah kota terhadap seni budaya ludruk khas Surabaya.
Sejak imej ludruk merosot medio 1990-an, kemudian hancur pasca-2000, pemain-pemain ludruk macam Mondro ini kelimpungan. Mau kerja di tempat lain tidak mudah karena tak punya modal dan keterampilan. Pendidikan pun pas-pasan karena kebanyakan putus sekolah demi menyalurkan hobi berkesenian khususnya seni budaya Ludruk ini.
Disinggung upaya kedepannya seni Irama budaya Ludruk di THR ini dimasa mendatang, kesenian khas Surabaya ini kembali diminati masyarakat? Cak Mondro salah satu personil Ludruk itu terdiam lalu tersenyum. “Mudah-mudahan saja sukses. Itu harapan kami semua di sini,” jawab Cak Mondro perlahan.
Kalau teman - temannya terkesan ragu-ragu, sang juragan Irama Budaya, Zakia Sunaryo, justru sangat optimistis. Gedung baru (tapi lama) di THR, yang selalu disebutnya ‘kandang ludruk’, bakal membawa berkah bagi Irama Budaya maupun dunia ludruk umumnya. Alasannya sederhana saja: Irama Budaya sudah punya komunitas penggemar yang sangat fanatic,”Ludruk tidak pernah bisa mati kalau saya masih hidup.Punah serta matinya Ludruk itu akan mati jika saya yang mematiakan Ludruk itu sendiri,”sumbar Zakia yang menyindir pihak yang seharus ikut mendukung melestariakan budaya tersebut.
“Buktinya, kami nobong di mana saja, mulai di Joyoboyo, Kremil, Moroseneng, Jarak, kembali lagi ke Joyoboyo, ya, tetap saja diikuti orang. Sekarang pindah ke THR ini, insya Allah, penggemar kami tetap akan datang juga meskipun terkesan langka budaya Ludruk," jelas Zakia.
Dia mengatakan”Maju tidaknya Ludruk Surabaya,berdiri serta jatuhnya Ludruk Surabaya ini tergantung pada benak diri saya”, karena pihaknya, masih berpegang teguh pada seni budaya Ludruk serta master dalam seni itu adalah benaknya bukan orang lain atupun Pemkot, pemkot sendiri tidak pernah melihat ataupun menengok peLudruk kita dalam berpentas, namun tidak pernah tahu akan sebenarnya keluh kesah dari teman-teman IBL ini.kesal Zakia pria 55 tahun ini.
Keoptimisan Zakia akan terwujud jika banyak yang mendukung mereka dalam mempertahan seni budaya itu mulai dari penggemar, Pemerintah, Dinas Kebudayaan serta masyarakat yang peduli terhadap seni itu.
Tanggapan pengamat seni budaya Ludruk, makin langkah serta kurang Responsif terhadap aset icon budaya Surabaya khususnya Ludruk sendiri.
Sementara itu menurut pengamat seni budaya Ludruk serta ketoprak (wayang orang), dari Surabaya Tribroto Wibiasono, Aset budaya ludruk yang masih, bertahan saat hanyalah seni Irama Budaya Ludruk Surabaya, yang masih lengkap personelnya hingga mau mempertahankan icon Surabaya dengan seni Ludruk itu sendiri.
apalagi untuk Surabaya sudah menjadi barang langka sangat tergantung kepedulian Pemerintah utk menyelamatkannya Ludruk berasal dari kota Surabaya ini, “menyelamatkan itu tidak sekedar nanggap tetapi bagaimana memberdayakan agar mereka dapat hidup secara baik” kata Broto.Hidup itu artinya secara kreatifitas dan kesejahteraan seimbang sindirnya kepada Pemkot.
Seperti yang dia contohkan di Jakarta seni budaya wayang orang itu dibiayai pemerintah, mulai kesenjangan hingga kesejahteraannya, karena mereka tahu bahwa seni Wayang Orang perlu dilestariakn bahkan dibina para senimannya agar semangat mempertahan seni dari wayang orang sendiri katanya.
Broto berpendapat, Kondisi di Surabaya berbeda para personil Ludruk sendiri pada mengeluh,”dimana tidak setiap bulanya hanya di kucurkan dana sebesar 2 juta dari pemkot untuk 50 lebih personil IBL Surabaya, bisa dibayangkan berapa bagaian personilnya Irama Budaya Ludruk yang memiliki jumlah personil lebih dari 50 orang,ha ha ha tawanya” sindir Broto pada Pemkot
Ia menambahkan Jakarta bisa kenapa Surabaya tidak bisa, di dalam mensejahterakan seniman, untuk mempertahankan seni budaya agar tidak punah, nanti kalau sudah di kalim menjadi budaya milik Negara lain baru situ bertindak ini lah kebiasaan dari suikapn pemerintah kita yang kurang apresiasi dalam seni budaya sendiri.tegas seniman ini.
Upaya penyelamatan Ludruk dari kepunahan budaya seni Surabaya
Upaya penyelamatan Ludruk yang harus di lakukan pihak pemerintah serta grup Ludruk sendiri yang pertama Mengupayakan tobongan (tempat) untuk Ludruk yang masih bertahan hidup dalam satu grup.
Kedua. menggaji senimannya untuk berproses secara rutin dan manggung.
ketiga.Peremajaan (tidak sekedar menyelenggarakan Festival Ludruk Remaja tetapi bagaimana tindak lanjutnya.
Keempat Mengembalikan spirit tobongan di gedung kesenian yang ada di THR seperti sediakala.
Kelima.Bikin pagelaran apresiasi gelar Ludruk keliling kampun dan Ludruk masuk sekolah.
Keenam. Bikin vcd tentang Ludruk ataupun ketoprak dengan lakon-lakon lama maupun lakon masa kini.
Ketujuh.mengembangkan kolaborasi Ludruk dengan pendekatan teater modern secara berkelanjutan.
Harus ada mainside bahwa Ludruk menjadi bagian dari perkembangan Kota Surabaya ! .... matinya Ludruk sama dengan matinya kebudayaan kota Surabaya !
“Sepanjang saya ketahui.mereka (Pemerintah) kota Surabaya tidak punya pemikiran yang jelas tentang seni budaya apalagi bicara strategi pelestarian dan pengembangan seni Ludruk sebagai salah satu bentuk seni tradisional yang mempunyai latar belakang historis tersendiri di Surabaya kata Tribroto Widiosono pengamat seni budaya Ludruk itu.
O;EH : ANTON
Tidak ada komentar:
Posting Komentar